Pendidikan Sebagai Jembatan Memperoleh Ilmu
Sub: Ragam | Oleh : Admin,- Rabu, 22 Jun 2016 - 13:36:07 Wib
Kategori : Umum - Dibaca: 2436 kali
Wajib belajar 12 tahun terus digalakan. Setiap warga negara Indonesia berhak mengenyam pendidikan. Menunjukkan pentingnya sebuah pendidikan, sejak dahulu ketika Indonesia masih terjajah, RA. Kartini mengorbankan jiwa, raga dan pemikirannya agar kaum perempuan juga berhak memperoleh pendidikan secara layak. Kaum pribumi yang miskin seiring berkembangnya masa juga mulai bisa merasakan bagiamana pendidikan. Sarana dan prasana memunguti ilmu lewat yang namannya belajar di bangku formal masih menggunakan alat tradisional, sabak.
Pendidikan mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, hingga sampai detik ini. Detik dimana era digital merambah ke mana-mana. Detik dimana era digital sebagai prasarana untuk mempermudah untuk belajar. Ketika materi begitu mudah diperoleh hanya sekali tepuk. Jauh berbeda dengan empat puluh tahun yang lalu. Pentingnya sebuah pendidikan, banyak orang kini rela mengorbankan puluhan juta uang hanya mendalami satu bidang ilmu.
Pemerintah juga turut andil upaya menyejahterakan anak didik bangsa dengan memberikan fasilitas berupa beasiswa bagi orang yang memiliki berprestasi. Hingga beasiswa bagi orang yang tidak mampu. Sebuah apresiasi pemerintah terhadap pendidikan yang luar biasa. Pemerintah juga memberikan kucuran dana untuk sekolah-sekolah yang memang memberikan dana untuk pengembangan sekolah.
Orangtua yang memiliki buah hati berlomba-lomba menyekolahkan putra-putrinya di sekolah terbaik. Mendukung sebaik mungkin agar memperoleh pengelaman dan ilmu pengetahuan yang lebih baik dari dirinya dahulu. Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan sudah sangat tinggi, dibandingkan kesadaran orangtua di masa 40 tahun yang lalu. Dan, inilah sisi positif perkembangan pendidikan Indonesia.
Dari beberapa paragraf di atas yang mencerminkan kesadaran dan terjadinya perubahan yang membaik, muncul satu permasalahan yang sam pelik. Kesadaran orangtua, peran andil pemerintah memberikan bantuan dan fasilitas pendidikan dan guru pengajar profesional yang sudah memadai, muncul permasalahan. Pelajar tidak mengejar sejatinya ilmu dan pendidikan, mereka sekolah karena dorongan eksternal, bukan dorongan internal dalam diri mereka sendiri.
Pelajar berlomba merai peringkat dan meraih nilai terbaik hanya sekedar isapan jempol. Pelajar mengejar nilai karena dorongan orangtua agar mendapatkan peringkat pertama paralel, agar di pandang tetangga anak yang pintar, agar mendapatkan ijazah dengan nilai terbaik dan alasan-alasan lain yang sifat menghilankan esensi pendidikan itu sendiri.
Berawal dari tujuan belajar dan sekolah yang salah berakibat fatal terhadap kasus yang besar. Dampaknya, karena selama belajar fokus dengan mata pelajaran dan mengejar nilai yang tinggi, lupa mengasah skill lain yang dimiliki. alhasil, setamat dari bangku SMA/K/MA banyak orang yang mengalami kebingungan. Binggung ingin menentukan tujuan hidup. Dampak lain, terjadi pengangguran dan sulit mendapatkan pekerjaan. Untuk bekerja dan lolos seleksi kerja, setidaknya memiliki skill dan memiliki personal branding yang baik.
Lain cerita bagi pelajar yang mengorientasikan pendidikan sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Meniatkan sekolah bukan untuk memperoleh pengakuan dari orang lain, melain memang haus akan ilmu pengetahuan dan memiliki tujuan dari hasil ilmu yang ia cari untuk dibagikan lagi kepada orang lain. Pelajar-pelajar yang seperti inilah yang mendorong mereka untuk terus aktif dan tidak ingin diam. Selalu ingin bergerak dan mengikuti hal-hal positif.
Memanfaatkan peluang semasih duduk dibangku sekolah adalah bantu loncatan untuk menata karir yang matang di masa depan. Misalnya, mengikuti penelitian karya ilmiah, mengikuti lomba-lomba yang diadakan di kabupaten, propinsi dan nasional. Tidak lupa juga mengikuti organisas yang ada di kampus salah satu upaya memanfaatkan peluang tersebut.
Pendidikan sebagai media memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Bahkan, lewat jenjang pendidikan, mampu mengantarkan seseorang yang miskin menjadi kaya, mengantarkan orang bodoh menjadi pintar. Dengan catatan, memang benar-benar tulus mencari ilmu bukan mencari penilaian masyarakat tentang siapa kita. Tidak ada jembatan yang lebih berharga untuk menyejahterakan diri sendiri dan orang terdekat kita selain pendidikan mencari ilmu.
Tidak memiliki uang untuk mengenyam pendidkan bukan satu alasan. Belajar tak selalu di bangku pendidikan formal. Menjadi orang pintar tidak selalu harus sekolah terlalu tinggi. Hakikat pendidikan adalah, kecerdasan diri untuk mampu memungut ilmu sedikit-demi sedikit. Kemudian, ilmu tersebut dikumpulkan. Kumpulan ilmu yang diperolehnya bukan untuk memperalat atau untuk pamer, tetapi untuk dibagikan lagi kepada yang membutuhkan. Karena pada dasarnya, manusia satu sama lain saling mendidik.
Apa yang kita niatkan, itulah yang akan kita dapatkan. Meniatkan untuk pamer, hanya akan memperoleh pujian yang sekejap mata. Jika meniatkan untuk ikhlas belajar banyak, maka semakin memperlihatkan betapa banyak ilmu Tuhan yang kita tidak mampu menyerap secara keseluruhan. (Smansakusel)